![]() |
| Fhoto:Bicarabaik.my.id |
BICARABAIK.MY.ID- KEPULAUAN SELAYAR (SULSEL)— Akumulasi kekecewaan masyarakat Kecamatan Pasilambena terhadap buruknya kondisi infrastruktur dasar kian memuncak. Jalan rusak, akses pelabuhan terabaikan, serta minimnya konektivitas antarwilayah kini bukan lagi sekadar keluhan lokal, melainkan telah menjadi sorotan publik setelah sempat viral di media sosial TikTok.
Baru-baru ini, sebuah video yang memperlihatkan kondisi jalan rusak parah di wilayah Pasilambena beredar luas di TikTok melalui akun @tina031.
Video tersebut memicu gelombang reaksi warganet dan memperkuat tekanan publik terhadap pemerintah daerah agar segera turun tangan.
Tokoh masyarakat Pasilambena, Andi Sapri Pasindrang, menegaskan bahwa viralnya kondisi jalan rusak itu merupakan bukti nyata dari pembiaran pembangunan yang telah berlangsung lama.
“Kalau sudah viral, artinya persoalan ini bukan hanya dirasakan warga Pasilambena, tapi juga disaksikan publik luas.
Ini tamparan keras bagi pemerintah,” ujar Andi Sapri.
Ia menilai, kondisi infrastruktur yang dipertontonkan dalam video tersebut sejalan dengan realitas di lapangan, khususnya pada ruas jalan Desa Lembang menuju ibu kota Kecamatan Pasilambena, jalur Tadu–Kawau, hingga akses menuju Puskesmas Kawau yang selama ini dikeluhkan warga.
Menurutnya, kerusakan jalan tersebut sangat berisiko bagi keselamatan masyarakat dan berdampak langsung pada terhambatnya pelayanan kesehatan, pendidikan, serta aktivitas ekonomi warga.
Selain jalan darat, Andi Sapri kembali menyoroti buruknya akses menuju pelabuhan sebagai simpul utama transportasi dan distribusi logistik masyarakat kepulauan. Ia menegaskan bahwa kelalaian pemerintah dalam membenahi akses pelabuhan sama saja dengan mematikan denyut ekonomi masyarakat.
“Pelabuhan adalah urat nadi. Jika aksesnya rusak dan dibiarkan, maka pemerintah sedang membiarkan masyarakatnya terisolasi,” tegasnya.
Kondisi ketimpangan pembangunan juga dirasakan warga Desa Korumpa dan Desa Pulau Madu yang berada dalam wilayah Kecamatan Pasilambena namun terpisah secara geografis. Minimnya perhatian terhadap konektivitas wilayah pulau disebut sebagai bukti nyata pembangunan yang belum berkeadilan.
Ia mengungkapkan, jarak Desa Lembang ke Kawau yang hanya sekitar 12 kilometer hingga kini belum pernah mendapat perbaikan menyeluruh, meski aspirasi telah berulang kali disampaikan dalam forum resmi.
“Setiap tahun ada musrenbang, setiap tahun pula kami sampaikan. Tapi hasilnya nihil. Ini bukan lagi kelalaian, tapi pembiaran sistematis,” katanya.
Akibat kekecewaan yang terus menumpuk, Andi Sapri menyebut mulai menguatnya wacana di tengah masyarakat untuk mempertimbangkan opsi politik lain, termasuk kemungkinan bergabung dengan wilayah provinsi tetangga jika pemerintah kabupaten dan provinsi terus abai terhadap kebutuhan dasar masyarakat kepulauan.
“Wacana itu lahir karena rasa tidak dianggap. Kalau Selayar dan Sulsel tidak hadir, maka wajar masyarakat berpikir mencari keadilan ke tempat lain,” ujarnya.
Ia menegaskan, viralnya persoalan ini di media sosial harus menjadi alarm politik bagi Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan untuk segera mengevaluasi arah kebijakan pembangunan wilayah kepulauan yang selama ini dinilai timpang.
Masyarakat Pasilambena mendesak agar pemerintah segera menetapkan langkah konkret dan terukur, mulai dari penganggaran khusus perbaikan jalan penghubung antar desa dan ibu kota kecamatan, pembenahan akses jalan menuju pelabuhan, hingga pembangunan infrastruktur dasar di wilayah pulau terpisah secara berkelanjutan.
“Jangan tunggu masyarakat semakin jauh merasa ditinggalkan. Infrastruktur bukan bantuan, tapi hak warga negara,” pungkas Andi Sapri.


